Sasa Melawan Waktu
Kriiinngg..kriiing…
Tangan Sasa keluar dari
selimutnya. Meraba-raba, mencari ponselnya yang semalam ia taruh di atas meja
belajar. Lalu ia matikan alarm yang bunyinya nyaring itu dan … kembali menutupi
dirinya dengan selimut.
“Sa, Sasa. Bangun, hari ini
bukannya ada kelas daring?” Mama mengguncang tubuh Sasa yang masih dibungkus
selimut. Sasa masih belum bangun. “Duh, Sasa … Sudah hampir setengah delapan,
nanti Mama diberi peringatan sama Gurumu lagi kalau kamu terlambat presensi
lagi. Ayo, Nak. Bangun, Mandi, Sarapan, lalu sekolah.”
“Hmm …” Sasa mulai menggeliat,
meregangkan otot-ototnya. Lalu duduk, Sasa terbangun. Yaaa, walau masih agak
mengantuk. Sedikit. “Sekarang pukul berapa, Ma?” tanya Sasa sambil mengucek
matanya.
“Pukul tujuh lewat sepuluh
menit. Ayo sekarang kamu mandi. Mama siapkan sarapan, ya. Adikmu sudah siap
dari tadi, lho,” kata Mama.
Lalu Mama keluar dari kamar
Sasa. Sementara Sasa masih di atas kasurnya. Sasa membuka ponselnya. Notifikasi
yang Sasa dapat banyak sekali. Dari grup kelas, grup teman-teman, dan banyak
lagi. Bacanya nanti saja, deh, ucap Sasa dalam hati. Sasa segera bangkit
dari kasurnya, stretching sebentar, lalu merapikan kasurnya. Kemudian
Sasa mengambil handuknya dan berjalan dengan gontai ke kamar mandi.
Hari ini hari Senin. Hari yang paling Sasa benci. Mata pelajarannya
berat sekali! Fisika, kimia, biologi, dan matematika wajib. Walaupun
orang-orang berkata, “Ah, kan online. Pasti lebih mudah.” Nyatanya?
Tidak sesuai dengan yang diharapkan. Memang, sih, bisa dikerjakan di mana saja.
Sambil makan, sambil tiduran. Tapi tentu saja lebih ribet! Apalagi ada Guru
yang teganya hanya memberikan tugas tanpa penjelasan dan tenggatnya sangat
cepat. Menghadapi hal itu, Sasa hanya menghela napas. Mau bagaimana lagi? Kalau
tidak dikerjakan tidak dapat nilai. Sasa juga mengerti tidak hanya Sasa yang
kesusahan, bahkan mungkin Guru di sekolah Sasa juga telah berusaha agar sekolah
dalam jaringan ini berjalan optimal.
Sasa menggigit roti yang
diolesi selai stroberi sebagai sarapan pagi ini. Sambil sarapan ia membuka
aplikasi kelas di ponselnya. Muncul notifikasi presensi di kelas Kimia. Tapi,
kok sudah 15 menit yang lalu? Sasa buru-buru membuka notifikasi presensi itu. Klik!
Sasa sudah hadir. Daring memang mudah. Teknologi memang sangat keren. Terlihat
jumlah siswa yang sudah absen, sudah 36! Berarti Sasa yang terakhir. Dan muncul
juga tulisan ‘terlambat diselesaikan’. Astaga, Sasa terlambat lagi. Seminggu
kemarin Sasa sudah terlambat terus menerus. Pasti habis ini Bu Nuri kirim
chat, batin Sasa. Tapi untungnya tidak ada tugas, hanya dikirimkan file
materi. Nanti saja deh, bacanya.
Benar, tepat sekali dugaan
Sasa. Mama langsung menghampiri Sasa dan berkata, “Sa, barusan Bu Nuri mengirim
chat ke Mama. Kamu telat presensi lagi, ya?”
“Iya, Ma. Tadi ‘kan Sasa mandi,”
jawab Sasa membela diri.
“Nah, ini akibatnya kamu tidur
malam terus. Kamu nonton drama korea sampai jam 12 malam, kan? Mama tahu, ya…”
Mama menatap Sasa. Sasa merasa terintimidasi. Ya, Sasa yang salah juga. 16
episode diselesaikan dalam satu hari. Akibatnya tidur kemalaman dan bangun
kesiangan.
“Hehe, habis seru, sih. Mama
coba saja nonton satu episode. Pasti Mama juga bakalan ketagihan,” goda Sasa
sambil mengedipkan mata.
“Nonton drama itu tidak
apa-apa, Mama ‘kan enggak melarang. Tapi, Sasa harus tahu waktu. Ini sudah
akhir semester, sebentar lagi ujian bukan?”
“Hmmm… Iya, sih.” Sasa
menunduk, menatap lantai.
“Nggak boleh nonton drama aja
bagaimana?”
“Yah … jangan, Ma,” kata Sasa
memelas. Kata media, minggu ini akan dirilis drama baru. Sasa tidak mau
ketinggalan.
“Hmm … Kita bikin challenge
aja gimana?” tawar Mama.
“Challenge kayak
gimana, Ma?”
“Kalau dalam seminggu ini Sasa
berhasil bangun duluan, Sasa boleh nonton SATU episode. Ingat, ya. Hanya satu.
Habis itu, Sasa belajar. Mama dapat laporan dari Bu Nuri kalau nilai-nilaimu
juga turun sejak ujian tengah semester kemarin. Kalau terlambat bangun, Sasa
bantu Mama dan Mbak Yati bersih-bersih rumah,” jawab Mama panjang lebar.
“Hmm .. Sasa pikir dulu. Lah, Darel
bagaimana? Memangnya dia enggak juga?” Sasa melihat adiknya yang sedang tiduran
di sofa. Sebenarnya Sasa mencari teman, sih. Hehehe.
“Adikmu bangunnya selalu pagi,
kok. Kalau dia mulai malas juga nanti Mama beri seperti ini. Mau, ya?” tanya
Mama sekali lagi. “Darel nanti kalau mulai malas Mama beri challenge juga,
ya?” Mama bertanya kepada Darel. Darel mengacungkan jempolnya, setuju. Oh,
informasi sedikit. Darel ini masih SD kelas 3, sementara Sasa sudah SMP kelas
akhir.
“Ya, baiklah. Sasa mau. Tapi
kalau Mama bangunnya telat gimana?”
“Nanti seminggi ini Mama tidak
ikut kumpul bersama teman-teman Mama, deh. Mama membantu Mbak Yati saja
membersihkan rumah. Biasanya Mama ‘kan hanya bagian cuci piring dan mengelap
perabotan. Bagaimana?”
“Oke!”
Pelajaran di hari Senin ini berakhir pukul 12 siang. Sekarang, Sasa
tinggal mengerjakan tugas yang tadi diberikan. Beruntungnya hari ini hanya
matematika dan fisika yang ada tugas, sisanya hanya materi. Tugasnya juga hanya
sedikit, satu sampai lima nomor saja. Sejak tadi saat sarapan diberi tantangan
oleh Mama, Sasa berniat untuk menjadi lebih produktif dan bertekad untuk tidur
jam 9 malam. Lalu bangun subuh untuk belajar sedikit. Namun tentunya itu tidak
instan, semuanya bertahap. Untuk mengakhiri hari ini, Sasa berniat untuk tidak
menonton drama yang baru dirilis itu. Ketinggalan satu episode juga tidak
akan mengubah dunia, batin Sasa.
Malamnya Sasa betulan
berusaha keras untuk tidur jam 9 malam tepat. Sasa melihat grup chat
teman-temannya. Semuanya membahas episode hari ini. Katanya, Nam Do-san ganteng
banget, blablabla … Sasa tidak mau melihat spoiler. Tidak bisa. Dia lebih suka
yang membuatnya terkejut.
Ting! Alisa sent a
voice message.
Ting! You were mentioned.
“Aduuuhh..” Sasa sambil
meram-meram membuka grupnya dan langsung scroll ke bawah. Memutar pesan
suara dari Alisa.
“SASA MANA, NIH?!?!
BIASANYA DIA PALING HEBOH.” Segera Sasa menjauhkan ponselnya, dia agak
menyesal karena volumenya ia besarkan sehingga suara Alisa jadi besar sekali.
Buru-buru Sasa mengirim stiker yang gambarnya tertawa. Lalu ia mematikan
ponselnya, segera mencuci muka, kaki, dan sikat gigi. Kemudian berbaring di
tempat tidur. Sasa berusaha tidur, dalam hatinya ia bertekad. Besok akan
menghabiskan dua episode sekaligus. Oleh karena itu, Sasa harus tertidur
sekarang agar bisa bangun pagi.
Esoknya, Sasa bangun jam enam. Kesiangan juga, sih. Tapi setidaknya
lebih cepat satu jam dari kemarin. Sasa segera mandi dan sarapan. Sasa melihat
Mama di ruang makan.
“Wah, sudah bangun?” Mama
berseri-seri.
“Tidak terlambat, kan?”
“Tidak. Yuk, sarapan!” Sasa
tersenyum. Hari ini dia bisa nonton drama!
Yogyakarta, 6 November 2020
Nadya FJ
(telah dimuat di rubrik KACA milik Koran Kedaulatan Rakyat pada 9 April 2021)
Comments
Post a Comment